TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL
![]() |
Kristen Bell on 'Letterman' |
Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil minyak bumi di dunia namun sampai saat ini masih mengimpor
bahan bakar minyak (BBM) untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar minyak di sektor
transportasi dan energi.
Kenaikan harga minyak mentah dunia
akhir-akhir ini memberi dampak yang
besar pada perekonomian nasional,
terutama dengan adanya kenaikan harga
BBM. Kenaikan harga BBM secara
langsung berakibat pada naiknya biaya
transportasi, biaya produksi
industri dan pembangkitan tenaga listrik.
Dalam jangka panjang impor BBM ini akan
makin mendominasi penyediaan energi nasional apabila tidak ada kebijakan
pemerintah untuk melaksanakan penganekaragaman energi dengan
memanfaatkan energi terbaharukan dan lain-lain.
Biodiesel salah satu bahan bakar
alternatif yang ramah lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan
yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat menurunkan
emisi bila dibandingkan dengan minyak diesel.
Proses Pembuatan Minyak Nabati Menjadi Biodiesel.
• Minyak nabati merupakan trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan methanol akan menghasilkan, gliserin, metil stearate, metil oleate.
Metil oleate atau biodiesel dan gliserin harus dipisahkan melalui suatu tangki-pengendap. Setelah gliserin dipisahkan larutan dicuci dengan air dan selanjutnya didistilasi sehingga menghasilkan biodiesel sesuai standard yang diinginkan.
• Masalah yang timbul pada proses transestrifikasi dengan metoda relatif mahal, disamping itu hasil samping gliserin harus diproses lagi agar dapat dimanfaatkan lagi untuk industri terkait lainnya.
• Produk akhir yaitu biodiesel merupakan bahan bakar untuk mesin/motor menghasilkan emisi NOx lebih sedikit tinggi, tetapi emisi CO yang lebih rendah dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan dalam pemanfaatan BBM.
TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN
BIO-DIESEL
Teori Dasar Pembuatan Biodiesel
Di Indonesia terdapat lebih 50 jenis
tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati baik untuk non pangan
maupun pangan, namun hanya beberapa jenis yang dapat diolah
menjadi minyak nabati untuk bahan baku pembuatan biodiesel.,
Tabel1. Namun
dari ke tujuh tanaman yang paling layak Prospek Pengembangan Bio-fuel
sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak
20 diolah dan siap diolah sebagai
biodiesel di Indonesia yaitu kelapa sawit.
Sedangkan lainnya masih memerlukan
penelitian dan budi daya tanaman tersebut karena tidak cukup tersedia
untuk industri biodiesel.
Biodiesel dibuat melalui suatu
proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari
minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters
(biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping.
Bahan baku
utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak
hewani, lemak bekas/lemak daur ulang.
Semua bahan baku ini mengandung
trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zat-pencemar dimana tergantung pada
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Sedangkan sebagai
bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada ini pembuatan biodiesel dibutuhkan
katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut
dalam minyak.
Minyak nabati kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari
pada lemak hewani, minyak nabati biasanya selain mengandung ALB juga
mengandung phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada
proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining.
Minyak nabati
yang digunakan dapat dalam bentuk minyak Produk biodiesel tergantung
pada minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan baku seta pengolahan
pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Alkohol yang digunakan sebagai
pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula digunakan
ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan
air dalam alcohol tersebut.
Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil
biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan
trig;iserida tinggi.
Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu
operasi proses produksi, lamanya waktu
pencampuran atau kecepatan
pencampuran alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna
meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis
yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium
metoksida.
Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan,
apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2 %,
disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut pada
umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan
dihancurkan oleh reaktan alkohol.
Jika banyak air yang diserap oleh katalis
maka kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik.
Setelah reaksi selesai, katalis harus di netralkan dengan penambahan asam mineral kuat.
Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan
dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses
netralisasi katalis basa, bila digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk
phosphat(K3PO4)
Proses dasar pembuatan biodiesel
lihat Gambar 1. Proses transesterifikasi yang umum untuk membuat biodiesel
dari minyak nabati (biolipid) ada tiga macam yaitu :
! Transesterifikasi dengan Katalis
Basa
! Transesterifikasi dengan Katalis
Asam Langsung
! Konversi minyak/lemak nabati
menjadi asam lemak dilanjutkan menjadi biodiesel
Prospek Pengembangan Bio-fuel
sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak
Gambar 1. Blok Diagram Proses
Biodiesel
Hampir semua biodiesel diproduksi
dengan metode transesterifikasi
dengan katalisator basa karena
merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan suhu dan tekanan rendah.
Hasil konversi yang bisa dicapai dari proses ini adalah bisa mencapai 98%.
Proses ini merupakan metode yang cukup krusial untuk memproduksi
biodiesel dari minyak/lemak nabati. Proses transesterifikasi merupakan reaksi
dari trigliserin (lemak/minyak) dengan bioalkohol (methanol atau ethanol)
untuk membentuk ester dan gliserol.
Minyak nabati dengan kadar asam
lemak bebas (ALB)-nya rendah (<1%), bila lebih, maka perlu
pretreatment karena berakibat pada rendahnya kinerja efisiensi. Padahal standar
perdagangan dunia kadar ALB yang diijinkan hingga 5%. Jadi untuk minyak nabati
dengan kadar ALB >1%, perlu dilakukan deasidifikasi dengan reaksi
metanolisis atau dengan gliserol kasar.
Secara sederhana reaksi transesterifikasi
dapat digambar sebagai berikut :
100 lbs Minyak Nabati + 10 lbs
Methanol -" 100 lbs Biodiesel + 10 lbs gliserol R1, R2, dan R3 adalah alkil dari
ester.
Selama proses esterifikasi, trigliserin bereaksi dengan alkohol dengan
katalisator alkalin kuat (NaOH, KOH atau sodium silikat). Jumlah katalisator
yang digunakan dalam proses titrasi ini adalah cukup menentukan dalam
memproduksi biodiesel.
Secara empiris, 6,25gr/l NaOH adalah konsentrasi
yang memadai. Reaksi antara biolipid dan alkohol adalah reaksi dapat balik
(reversible) sehingga alkohol harus diberikan berlebih untuk mendorong reaksi
kekanan dan mendapatkan konversi yang
sempurna.
menghasilkan 3 molekul methil oleat
inilah yang disebut sebagai biodiesel dan satu molekul gliserol.
Berat molekul triolein 885,45 sehingga berat 1 molekul triolein 885,46 grm. Tiga molekul methanol beratnya 96,12 grm, 3 molekul methil oleat beratnya 889,5 grm sedangkan berat satu molekul gliserol 92,12grm.
Methanol yang ditambahkan pada pembentukan triolein biasanya antara 60 – 100% ekses methanol reaksinya sempurna, reaksinya sebagai berikut :
885,46gr Triolein bereaksi dengan 2
x 32,04gr – 192,24 gr dengan katalis Natrium Hidroksida atau Potasium
Hidrosida akan menghasilkan 3 x 296,50gr = 889,50 gr methil oleat dan 92,10
gr gliserol serta 96,12 xsmethanol.
Proses Produksi Biodiesel
Seperti telah dijelaskan di atas
bahwa kadar asam lemak bebas harus kurang dari 1%. Selain itu instalasi
biodiesel juga mensyaratkan bahwa ukuran partikel asam lemak bebas
harus < 5 mikrometer.
Bila kondisi ini tidak terpenuhi, diperlukan proses
persiapan sebagai berikut:
! Filtrasi hingga 5 mikrometer
! Pencucian dengan air
! Dekantasi
! Pemanasan minyak
! Dekantasi kedua
Bila dalam minyak nabati kadar airnya
cukup tinggi, maka setelah
dekantasi kedua dilakukan
pengeringan disamping itu perlu diperhatikan adalah minyak mudah larut dalam
alkohol.
Secara ringkas tahapan proses dari
pembuatan biodiesel (Gambar
4.) adalah sebagai berikut:
! Jika kandungan asam lemak bebas
dan air terlalu tinggi, hal ini akan mengakibatkan pembentukan sabun
(saponifikasi) dan menimbulkan masalah pada pemisahan gliserol
nantinya. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan pendahuluan bahan baku
dilakukan proses degumming dan refined
! Katalis dilarutkan dalam methanol
dengan menggunakan mixer atau agitator standar.
! Campuran methanol dan katalis
dimasukkan ke dalam reaktor tertutup baru kemudian ditambahkan minyak
nabati. Sistem harus tertutup total untuk menghindari penguapan
methanol.
! Reaksi dijaga pada suhu diatas
titik didih alkohol (sekitar 70 oC) guna mempercepat reaksi meskipun beberapa
sistem merekomendasikan suhu kamar. Lama reaksi adalah 1 – 8 jam.
Pemberian methanol berlebih diperlukan untuk memastikan konversi
yang sempurna.
! Meskipun densitas gliserol lebih
tinggi daripada biodiesel sehingga gliserol tertarik ke bawah karena gravitasi,
alat sentrifugal masih diperlukan untuk mempercepat pemisahan kedua senyawa
tersebut. Setelah terjadi pemisahan gliserol dan biodiesel ,
kelebihan methanol diambil dengan proses evaporasi atau distilasi.
! Produk samping gliserol yang masih
mengandung katalis dan sabun selanjutnya dinetralkan dengan
larutan asam sulfat.
! Setelah biodiesel dipisahkan dari
gliserol selanjutnya dimurnikan lagi dengan air hangat untuk membuang
sisa-sia katalis atau sabun. Lalu dikeringkan dan dikirim ke tangki
penyimpan biodiesel.
Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan
Baku Proses Biodiesel
Teknologi proses biodiesel yang umum
digunakan pada skala komersial yaitu transesterifikasi antara
minyak nabati dan metanol menggunakan katalis basa NaOH atau KOH (Gambar 4.).
\
Sebaiknya digunakan minyak nabati dalam hal ini CPO yang kadar asam lemak
bebas (ALB)-nya rendah (< 1%). Apabila ALB lebih, maka perlu dilakukan
pretreatment karena dapat mengakibatkan
efisiensi proses rendah. Padahal
standar perdagangan minyak nabati dunia mengizinkan kadar ALB hingga 5
persen.
Sehingga minyak nabati dengan kadar> 1%, perlu dilakukan proses
deasidifikasi dapat pula dilakukan reaksi metanolisis atau dengan gliserol
kasar seperti yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.
Apabila digunakan katalis basa 0,75
persen dengan dua tahapan
transesterifikasi, pemurnian minyak
nabati tidak perlu dilakukan dengan pencucian, tetapi cukup dengan
mendiamkannya selama 2-4 hari.
Melalui teknik ini, produk samping gliserin
yang bernilaii ekonomi cukup tinggi dapat diperoleh secara efisien. Adapun
spesifikasi biodiesel seperti pada Tabel 2.
Biodiesel sebagai bahan bakar motor
diesel dapat digunakan dalam
keadaan murni atau dicampur dengan
minyak diesel dengan perbandingan tertentu.
Spesifikasi biodiesel yang
dihasilkan tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku
dan kondisi operasi pabrik serta modifikasi dari peralatan yang
digunakan.
Biodiesel sebagai bahan bakar motor diesel dapat dikatakan layak
karena angka cetannya minimal 47, sedangkan minyak diesel angka cetan
sekitar 50.
Apabila angka biodiesel terlalu dapat merusak motor.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai areal
seluas 10 juta ha dengan total produksi CPO 15 juta ton.
Melimpahnya
produksi CPO di pasar dunia akan mengganggu stabilitas harga CPO, maka
pemanfaatannya untuk produksi biodiesel minyak sawit diharapkan bisa menjadi
stabilitator harga CPO.
Penyerapan pasokan CPO untuk bahan
baku biodiesel dapat ditingkatkan lagi, tetapi masih membutuhkan
subsidi agar harga jualnya kompetitif.
Apabila 20 persen minyak sawit dengan harga
Rp 4.000 per liter dan 80 persen minyak diesel/solar (Rp 1.700 per
liter) akan diperoleh harga jual Rp 2.160 per liter. Volume CPO yang terserap
bisa mencapai 4,6 juta ton dengan subsidi mencapai Rp 460 per liter (27 persen)
guna menjaga harga jual di tingkat Rp
1.700 per liter atau sekitar Rp 1,9
triliun.
Pada kondisi seperti ini tentu saja para investor menunggu kebijakan
pemerintah dalam bentuk subsidi langsung guna mengembangkan industri
biodiesel di Tanah Air.
Dari sisi anggaran tampaknya tak terlalu sulit jika
sebagian dari subsidi BBM yang diperkirakan mencapai Rp 66 triliun dapat
dialokasikan untuk program ini.
Pilihan terhadap pembangunan
industri biodiesel diharapkan mengurangi ketergantungan pada produk impor BBM.
Sumber daya alam kelapa sawit yang melimpah di Indonesia dan
ketersediaan teknologi proses serta SDM dapat diharapkan hasil produksi
industri biodiesel dapat menggantikan kedudukan BBM.
Pabrik Biodiesel di Indonesia
Program pengembangan biodiesel sebagai
substitusi minyak solar,
merupakan langkah yang berani,
tetapi sangat tepat mengingat sumberdaya minyak bumi Indonesia yang sangat
terbatas dan impor minyak solar yang sangat tinggi.
BPPT telah mendisain
dan membangun pabrik biodiesel dengan kapasitas 1,5 ton per hari, seperti
terlihat pada Gambar 5.
Prospek Pengembangan Bio-fuel
sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak Selain dari prototipe tersebut, Tim BPPT juga telah mendirikan pabrik biodiesel dengan kapasitas 8 ton per hari tipe bach bekerja sama dengan Pemda Provinsi Riau.
Pada tahun 2006 didirikan pabrik (pilot plant) Biodiesel skala 3
ton/hari tipe kontinyu berlokasi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi (Puspiptek) Serpong.
Pada tahun 2007 akan diselesaikan detail disain dari pabrik Biodiesel skala komersial 30.000 ton per tahun atau 80 ton per hari.
Gambar 5. Pabrik Biodiesel (1,5
T/hari)
KESIMPULAN
1. Proses transesterifikasi
merupakan proses utama pembuatan biodiesel karena disini merupakan kunci terbentuk
methyl oleat yang disebut sebagai biodiesel. Pada tahapan proses harus
ditentukan pereaksi dan katalis yang akan digunakan, untuk bahan baku CPO
maka sebaiknya pereaksi yang digunakan methanol dengan katalis
NaOH atau KOH.
2. Minyak nabati merupakan campuran
trigliserida dengan Asam Lemak Bebas (ALB), komposisi minyak nabati
tergantung pada tanaman penghasil minyak tersebut. Kandungan ALB akan
mempengaruhi proses produksi biodiesel dan bahan bakar yang
dihasilkan.
3. CPO merupakan bahan baku yang
layak untuk pembuatan biodiesel karena kadar ALB kurang dari 1 %, sehingga
tidak memerlukan proses pendahuluan untuk mengolah minyak
nabati tersebut seperti proses degumming dan refined.
Namun bila
kandungan ALB dan air terlalu tinggi, mengakibatkan terjadinya penyabunan
(saponifikasi) dan akan menimbulkan masalah pada pemisahan
gliserol sebagai produk sampingan sehingga kedua proses tersebut
diperlukan.
4. Dalam pendirian suatu pabrik
biodiesel perlu dilakukan kajian beberapa teknologi agar mendapat hasil yang
optimum dari biodiesel dengan memperhatikan spesifikasi minyak
nabati yang digunakan, kapasitas produksi, daur ulang pemakaian
alkohol dan katalis.
Faktor yang sangat dominant dalam pendirian pabrik
biodiesel adalah harga bahan baku dengan biaya kapital. Oleh karena
sebelum dilakukan kajian kelayakan pendirian pabrik biodiesel perlu
dilakukan kajian dari hasil kajian pabrik
biodiesel skala kecil.
5. Peluang dan potensi pemanfaatan
minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan biodiesel akan mendorong
perkembangan industri sawit nasional dan dapat meningkatkan
usaha perkebunan kelapa sawit terutamadalam mengangkat keterpurukan
perekonomian secara nasional, khususnya masyarakat petani kelapa
sawit.
Prospek Pengembangan Bio-fuel
sebagai Substitusi Bahan Bakar Minyak
Sekian, Terima kasih telah membacanya!
Sumber: Martini Rahayu
1 komentar:
terimakasih infonya
good job
Posting Komentar