Sabtu, 28 Juli 2012

Pengomposan Sampah Kota Skala Besar untuk Pupuk Organik

Berbagi

Pengomposan sampah merupakan salah satu cara untuk mengolah sampah organik. Jika sampah kota ini berhasil dikomposkan, maka akan lebih mudah diolah menjadi pupuk organik. Namun, mengomposkan sampah kota tidaklah mudah, apalagi dalam skala yang besar.

Pengomposan sampah masih dianggap sebagai salah satu solusi mengatasi permasalahan sampah di kota-kota besar. Dalam skala makro, menurut saya pengomposan bukanlah salah satu solusi mengatasi masalah sampah (lihat tulisan saya ini: kompos bukan solusi sampah). Namun, di beberapa tempat sudah terlanjur di bangun fasilitas pengomposan sampah skala besar. Sebagian yang saya tahu, beberapa tahun yang lalu di Cilincing Jakarta sudah dibangun dan diresmikan fasilitas pengomposan dengan biaya sangat-sangat besar. Diresmikan oleh Gubernur Sutiyoso kalau tidak salah ingat. Kabarnya fasilitas tersebut tidak berjalan seperti yang diinginkan.

Sampah Kota
Fasilitas pengompomposan sampah yang lain ada di salah satu kota terbesar di Jawa Tengah. TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah ini diharapkan bisa mengolah sampah yang diproduksi di kota ini yang kuantitinya mencapai 250-300 ton per hari. Namun, saat ini TPA ini hanya bisa mengolah 100 ton sampah per hari. Dalam desain awalnya mestinya tempat ini bisa dan sanggup mengolah seluruh sampah. Rendahnya kapasitas pengomposan tempat ini disebabkan karena banyak hal, slah satunya proses pengomposan yang berjalan kurang optimal.
Problem pertama yang saya lihat adalah SAMPAH itu sendiri yang sangat beragam dan bercampur-aduk tidak karuan. Sampah yang bercampur – aduk ini memerlukan sortasi, yaitu memisahkan (atau paling tidak) mengurangi jumlah sampah anorganik dari sampah organik. Sortasi merupakan kegiatan yang tidak mudah dan banyak memakan biaya (baca tulisan saya di link ini: sortasi sampah). Sortasi yang dilakukan di TPA ini tidak bisa sukses seperti yang diharapkan. Hanya satu persen sampah anorganik yang bisa dipisahkan. Artinya, proses sortasi tidak ada artinya. Idealnya pemisahkan sampah sudah dilakukan sejak dari awal. Masyarakat yang memisahkan sampahnya sendiri (baca tulisan saya di sini: merubah paradigma masyarakat tentang sampah).
Dari sudut pandang pengelola TPA, sampah ini sudah ‘given’, sudah seperti itu dari ‘sononya’, ya seperti itu apa adanya. Urusan mengajari memilah-milah sampah bukan urusan pengelola TPA, tetapi urusan pemerintah kota. Memang sudah ada program oleh pemerintah untuk memisah-misahkan sampah, himbauan, dan bahkan sudah disediakan tempat sampah khusus. Kenyataannya, program ini belum berjalan seperti yang diharapkan. Tempat sampah organik dan nororganik tidak dimanfaatkan, bahkan tidak ada proses pengangkutan sampah berdasarkan jenisnya. Meskipun sudah ada yang membuang sampah secara kelompok-kelompok, tetap saja dicampur ketika diangkut ke TPA.
Jadi, mau-tidak-mau TPA mesti mengolah sampah seperti apa adanya. Perlu diketahui, berdasarkan informasi dari pengelola jumlah sampah anorganiknya kurang lebih sekitar 60%…..!!!!! Gile bener. Artinya, hampir sebagian besar sampahnya adalah sampah anorganik. Padahal jika dipisahkan dengan baik, sampah anorganik bisa menjadi lebih bernilai, bisa di re-use atau re-cycle. Ketika sampah sudah bercampur aduk seperti itu, sampah anorganik menjadi kecil sekali nilainya.
Silahkan baca-baca artikel saya tentang sampah di link berikut ini:
Cerita Sampah, Masalah, dan Solusinya Bagian 1 | Bagian 2 | Bagian 3 | Bagian 4 | Bagian 5 | 3 Fokus pengelolaan sampah



| Pengomposan Sampah Pasar | Pengelolaan Sampah di Perkampungan Warga | Pengomposan Sampah Rumput dan Daun
Saya beberapa kali diberi kesempatan membantu orang untuk mengelola sampah, baik sampah warga, sampah pasar, maupun sampah kota. Kali ini saya diberi kesempatan untuk membantu memecahkan permasalahan pengomposan sampah kota dalam skala yang besar. Paling besar dari yang pernah saya bantu, yaitu 100-250 ton per hari. Saya akan mencoba meringkas proses pengomposan dalam skala besar ini. Proses ini adalah modifikasi dari proses pengomposan yang pernah saya tulis sebelumnya. Bagi saya, kesempatan ini juga menjadi tantangan untuk membuat dan memperbaiki konsep pengomposan sampah agar hasilnya menjadi lebih baik.
Pengolahan sampah kota menjadi kompos untuk skala besar bisa dilakukan dengan melalui beberapa tahapan umum sebagai berikut:
  1. Pencacahan
  2. Homogenisasi, Pengaturan kadar air dan pencampuran dengan aktivator pengomposan
  3. Pembuatan lajur-lajur pengomposan dan proses pengomposan
  4. Pengeringan
  5. Sortasi dan screening
  6. Penghalusan
  7. Pengolahan kompos menjadi pupuk organik
1. Pencacahan
Sampah kota terutama yang dari perumahan biasanya dibungkus kantong plastik. Kantong-kantong plastik ini perlu dipecahkan terlebih dahulu. Demikian pula sampah-sampah yang berukuran besar perlu diperkecil ukurannya. Pencacahan menggunakan mesin pencacah sesuai dengan kapasitas pengolahan sampah. Mesin pencacah ini mencailbik-cabik sampah, memotong, dan sekaligus mengaduk sampah.
Sampah yang sudah tercabik dan tercacah ini, idealnya kemudian dilakukan sortasi atau pemilahan secara manual antara sampah organik dengan sampah anorganik (plastik, besi, dll). Namun, karena karakteristik sampah kota yang basah, lembek, dan ‘gembel’, proses sortasi ini sulit dilakukan. Proses sortasi secara manual hanya bisa memisahkan 1% saja sampah anorganik. Jadi menurut saya, proses sortasi tidak bisa dilakukan setelah proses pencacahan sampah.
2. Homogenisasi, Pengaturan kadar air dan pencampuran dengan aktivator pengomposan
Ketika proses ini dilakukan dalam satu tahapan. Homogenisasi bertujuan untuk membuat sampah menjadi lebih homogen. Prosesnya dilakukan dengan cara pengadukan/mixing. Proses mixing bisa menggunakan mesin mixer khusus sampah atau menggunakan turner. Kapasitas mixer juga disesuaikan dengan kapasitas pengolahan sampah.
Kadar air juga merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan sampah. Karena itu kadar air sampah perlu diatur agar kadar airnya kurang lebih 60-70%. Jika sampah terlalu basah, maka sampah perlu dikurangi kadar airnya. Salah satu caranya adalah dengan mencampur bahan yang kadar airnya lebih rendah/lebih kering. Banyaknya bahan kering yang akan dicampur dihitung terlebih dahulu.
Cara lain untuk mengurangi kadar air adalah dengan cara menjemur. Namun, cara ini hanya bisa dilakukan ketika terik matahari dan tidak hujan. Selain itu juga memerlukan tempat yang cukup luas.
Aktivator pengomposan juga ditambahkan pada saat ‘mixing’ ini. Jika kadar air sampah tinggi, maka pencampuran aktivator tidak bisa menggunakan air. Namun, jika kadar air sampah rendah, proses pencampuran bisa menggunakan air. Oleh karena itu, aktivator pengomposan yang digunakan sebaiknya yang berbentuk serbuk, bukan yang berbentuk cair. Misalnya: Promi.
3. Pembuatan lajur-lajur pengomposan dan proses pengomposan
Sampah yang sudah homogen dan sudah diberi aktivator selanjutnya diletakkan di areal pengomposan. Sampah disusun dalam bentuk lajur-lajur (windrow). Lebar dan panjang lajur disesuaikan dengan areal pengomposanny. Sebagai contoh, lebar bisa dibuat antar 5-6 m, sedangkan tinggi tumpukan 1.5-2 meter. Lajur kompos ini perlu diberi penutup compos menggunakan cover compost. Lihat di link ini tentang manfaat dan tujuan penggunaan cover compost: Cover compost.
Proses pengomposan juga perlu dikontrol dengan mengamati beberapa parameter proses pengomposan, misalnya dengan mengukur suhu, kelembaban, atau kandungan oksigen. Pengamatan ini dilakukan secara berkala. Jika proses pengomposan berjalan baik, kompos bisa dipanen dalam waktu 1 – 2 bulan.
4. Pengeringan
Kompos yang sudah matang, kemudian dipanen. Kompos yang baru jadi biasanya masih basah dengan kadar air yang cukup tinggi, sekitar 50%. Sebelum dilakukan pemanenan, kompos sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu. ketika musim panas dan tidak hujan, pengeringan bisa memanfaatkan sinar matahari. Caranya, cover compos dibuka dan tumpukan kompos dibiarkan selama beberapa hari. Jika perlu tumpukan kompos dibongkar bagian tengahnya agar bagian ini bisa berkurang kadar airnya.
Pengeringan kompos sampah tidak bisa menggunakan mesin pengering yang menggunakan api, karena kompos sampah ini masih bercampur dengan sampah anorganik yang mudah terbakar (plastik dll).
Kadar air sampah kering yang diharapkan adalah sekitar 30-40%.
5. Sortasi dan screening
Pemisahan antara sampah anorganik dan sampah organik menjadi lebih mudah ketika kompos sampah dalam kondisi kering. Sampah-sampah logam bisa dipisahkan dengan menggunakan magnet. Kompos sampah kering ini dilewatkan di ban berjalan yang diberi magnet, maka logam-logam akan terambil oleh magnet. Demikian pula sampah plastik juga bisa dipisahkan secara manual.
Proses sortasi biasanya tidak bisa mengambil seluruh sampah anorganik jika dilakukan secara manual. Proses sortasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan mesin. Mesin ini juga sekaligus melakukan proses screening atau pengayakan.Sampah organik akan dimasukkan ke dalam truk, sedangkan sampah anorganik akan ditampung di tempat penampungan.
6. Penghalusan
Kompos yang sudah disortasi masih berukuran besar dan tidak seragam. Kompos perlu dihaluskan sebelum bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik. Jika kadar air kompos masih diatas 40%, kompos perlu dikeringkan kembali hingga kadar airnya <40%. Idealnya jika bisa 30%. Kompos dengan kadar air seperti ini lebih mudah untuk dihaluskan.
Sebelum masuk ke mesin penghalus, harus dipastikan bahwa kompos bebas dari sampah logam, seperti paku, kawat, atau besi lainnya. Logam-logam ini bisa merusak pisau mesin.
Setelah proses penghaluskan, kompos juga diayak dengan mesin ayakan halus.
7. Pengolahan kompos menjadi pupuk organik
Kompos yang sudah halus siap diolah menjadi pupuk organik. Pupuk organik bisa berbentuk curah atau granul. Pupuk organik curah lebih mudah proses pembuatannya. Sedangkan pupuk organik granul memerlukan serangkaian mesin-mesin pupuk granul.
Kompos dari sampah diperkaya dengan bahan-bahan lain agar kualitas pupuk organiknya menjadi lebih baik. Penambahan bahan-bahan pengaya ini bertujuan untuk meningkatkan kandungan unsur hara di dalam pupuk organik yang akan dibuat. Hara yang ditingkakan bisa hara makro maupun hara mikro. Mungkin juga bisa ditambahkan hormon tamanan.
***
Pupuk organik dari sampah bisa dimanfaatkan untuk pemupukan taman-taman kota. Pohon-pohon peneduh di sepanjang jalan. Pupuk organik yang berkualitas tinggi bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan pupuk di perkebunan atau sentra-sentra pertanian. Pupuk organik ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi, sehingga bisa menguntungkan bagi pemkot maupun pengusaha yang mengolah sampah ini.

Sumber: Berbagi

Tidak ada komentar: