Jumat, 27 Juli 2012

Urine Jadi Sumber Energi Alternatif
 
Malang (ANTARA News) - Semakin menipis cadangan bahan bakar di Tanah Air, baik minyak maupun gas, membuat banyak peneliti melakukan kajian yang memungkinkan dijadikan sumber energi baru dengan berbahan baku yang mudah diperoleh.

Bahan baku yang kerap digunakan untuk menggantikan bahan bakar, baik listrik maupun gas, adalah biji jarak yang diolah menjadi bio energi, kotoran sapi yang mampu memasok kebutuhan elpiji bagi rumah tangga, air dan gas metan yang selama ini diolah untuk menopang kebutuhan energi listrik.

Namun, bahan baku lain yang selama ini dianggap sebagai "limbah" manusia, yakni urine juga bisa diubah menjadi energi alternatif yang cukup inovatif untuk menggerakkan mobil listrik jika disandingkan dengan energi matahari (solar sell).

Energi alternatif yang bisa diperharui dengan bahan baku yang sangat mudah didapatkan itu bernama "Photo Electro System" yang ditemukan anak-anak muda kreatif kelas XI program IPA SMAN 10 Malang, yakni Nando Novia Hari Saputra dan Nurul Inayah Ba`da Maulidiyah.

"Alat Photo Electro System ini mampu mengubah energi matahari dan urine menjadi bahan bakar penggerak mobil listrik. Alat ini juga telah mengantarkan kami menyabet medali emas dalam International Young Inventors Project Olympiad (IYIPO) di Tbilisi, Georgia, akhir APril lalu," kata Nando.

Ia mengaku, penelitian yang dilakukannya itu sebelumnya hanya meraih medali perak di ajang Indonesian "Science Project Olympiad 2012", namun di Georgia justru menyabet medali emas dengan menyisihkan sekitar 107 peserta dari 40 negara.

Siswa-siswi yang tinggal di asrama SMAN 10 di Tlogowaru, Kota Malang itu mengungkapkan jika penelitian yang mereka lakukan berawal dari bau pesing toilet di asrama siswa.

Selain mencemari lingkungan bila dibuang ke sungai, airnya pun bisa mengakibatkan gatal pada kulit.

Buruknya sanitasi di lingkungan asrama tersebut sangat mengganggu konsentrasi belajar mereka.

Oleh karena itu, mereka terpanggil untuk melakukan penelitian dan ingin menciptakan inovasi yang dapat membantu masyarakat dengan memanfaatkan "limbah" urine tersebut agar tidak menganggu lingkungan.

"Tidak ada waktu khusus untuk mendiskusikan rencana penelitian ini, sebab diskusi kami lakukan disela-sela jam pelajaran sekolah. Dari diskusi itulah muncul ide untuk meneliti kandungan kimia pada urine," kata Nando.

Dari berbagai referensi, mulai dari buku-buku yang ia baca di perpustakaan dan internet, urine diketahui mengandung gas hidrogen. Apabila dicampurkan dengan bahan bakar minyak (BBM), gas itu ternyata dapat meningkatkan kadar oktan.

Pada awalnya mereka melakukan penelitian dengan membakar gas hidrogen.

Tapi, hal itu dinilai berbahaya dan membutuhkan biaya tinggi untuk energi alternatif, sehingga mereka mencari cara lain yang lebih murah dan aman.

Hal kedua yang mereka lakukan setelah gagal pada tahap awal, mereka mengukur kandungan metana urine, namun hasilnya juga kurang efektif pada saat pembakaran kendaraan bermotor, bahkan bersifat korosif.

Percobaan demi percobaan terus mereka lakukan, dan akhirnya menemukan kesimpulan bahwa secara kimiawi ikatan molekul gas hidrogen dan nitrogen pada urine lebih lemah daripada air.

Dengan demikian, saat digunakan sebagai energi alternatif pada kendaraan, air jauh lebih boros.

"Urine secara kimiawi ikatannya cenderung lebih lemah dalam memecah energi listrik. Ini berbeda dengan menggunakan air yang ikatannya lebih kuat," tegas Nando.

Energi urine
Tidak seperti air yang mudah didapat, untuk melakukan penelitian yang dilakukan selama 15-21 Januari 2012 itu Nando maupun Nurul minta tolong pada 11 siswa untuk menyumbangkan air seni mereka.

Meski mereka sempat risi, pengalaman itu menjadi sangat menarik dalam penelitian yang mereka lakukan.

"Dari 11 siswa yang kami mintai tolong itu, kami mendapatkan urine sebanyak satu liter. Selanjutnya dilakukan uji laboratorium di sekolah guna mengetahui kadar gulanya," kata Nurul.

Secara rinci Nurul menjelaskan, dirinya bersama Nando membuat wadah urine atau elektroliser, yang terdiri dari enam elektroda. Elektroliser berfungsi meningkatkan laju energi bermuatan positif dan negatif.

Awalnya mereka menggunakan elektroda berbahan stainless, tapi hasilnya kurang optimal.

Mereka terus mencoba hingga akhirnya menemukan elektroda yang cocok, yakni memanfaatkan pelat nikel yang dirangkaikan seri.

Pelat kemudian dibagi menjadi tiga dengan kutub positif dan negatif.

Proses tersebut menghasilkan gas hidrogen yang dimasukkan ke sel bahan bakar yang sudah dilengkapi dengan membran proton dan elektron. Tujuannya agar terjadi reaksi proton dengan oksigen menjadi uap air, dan elektron yang dilepas akan menghasilkan listrik.

Energi listrik itu mengalir sekaligus tersimpan di baterai litium, dan siap digunakan untuk menggerakkan motor listrik pada skala prototipe mobil remote control.

Beberapa peralatan yang digunakan untuk Photo Electro System itu, di antaranya adalah elektroliser, panel surya, unit kontrol elektronik (ECU), baterai litium sebagai penyimpan listrik serta motor listrik.

Ia menjelaskan, ECU berfungsi sebagai otak yang terdiri dari transistor dan mikrocip yang diprogram melalui komputer.

"Walaupun sejumlah peralatan ini mudah didapat karena kami buat sendiri, kami juga tidak lepas dari kendala dan hambatan untuk mewujudkan penelitian ini agar bisa bermanfaat bagi masyarakat, tapi alhamdulillah semuanya mampu kami lalui dengan baik," kata Nando.

Lebih lanjut Nurul mengatakan, prinsip kerja Photo Electro System tersebut adalah memanfaatkan panas matahari yang ditangkap panel surya.

Energi listrik yang dihasilkan kemudian disimpan di baterai litium yang diatur secara elektronik.

Dan, hasilnya, sekitar 75 persen energi digunakan untuk menggerakkan motor listrik.

Sedangkan sisanya, digunakan untuk proses elektrolisis urine sebagai tambahan energi listrik yang dihasilkan.

Sementara fungsi baterai litium ini agar motor listrik bisa digunakan untuk semua cuaca.

Dengan menggunakan bahan bakar dari urine tersebut, mobil listrik mampu melaju dengan kecepatan 60 km per jam. Dan, satu liter urine bisa menghasilkan energi listrik yang mampu memacu mobil sepanjang 17 km.

Hanya saja, tegasnya, urine yang bisa digunakan tidak bisa urine sembarangan.

Urine yang bisa digunakan adalah urine yang tidak mengandung gula, sebab kandungan gula akan menghambat proses elektrolisis.

Sebelumnya kedua siswa itu juga melakukan percobaan dengan menggunakan bahan baku air, namun dinilai kurang efektif. Sebab, untuk menghasilkan 6 volt energi listrik, urine hanya membutuhkan daya 0,37 volt, sedangkan air membutuhkan 1,3 volt.

Untuk menghasilkan 6 volt energi listrik tersebut dibutuhkan sekitar satu liter urine. Dari hasil penelitiannya itu diperoleh hasil bahwa untuk menggerakkan mobil remote control, penggabungan energi listrik dari panel surya dan urine mampu menghasilkan energi sebesar 24 volt.

"Seluruh penelitian kami hingga menghasilkan energi alternatif ini dibiayai oleh sekolah. Dana yang dikucurkan untuk penelitian ini sekitar Rp25 juta, dan energi alternatif berbahan baku urine ini juga memiliki peluang untuk dikembangkan pada mobil sesungguhnya, bahkan biayanya juga tidak terpaut jauh, sekitar Rp50 juta," ujarnya.

Kedua siswa SMAN 10 tersebut, setelah menyabet medali emas di ajang IYIPO akhir April lalu, mereka ingin terus mengembangkan penelitian energi alternatif tersebut dengan skala lebih besar.

Bahkan, mereka juga ingin membuat instalasi penangkap urine di toilet di sekolah maupun di asrama.

"Untuk mewujudkan ini semua, kami kan tidak bisa bekerja sendiri. Tentu, kami membutuhkan dukungan dari semua pihak, termasuk dari sekolah dan pemerintah, khususnya dalam hal pendanaan," tegas Nando.

Atas temuan kedua siswa-siswinya itu, pihak sekolah saat ini sedang mengajukan hak paten. Bahkan, jika sudah teruji, ke depan akan membangun SPBU sebagai penampung urine, sekaligus sebagai bahan bakar untuk kendaraan bermotor.
(E009)



Sekian , Terima kasih telah membacanya!
Sumber: Aditia Maruli  COPYRIGHT © 2012

Tidak ada komentar: